Sabtu, 21 Maret 2015

ANALISA GAIT

Analisa Gait (Berjalan)


            
Dalam pembahasan mengenai berjalan, maka istilah gait dan locomotion merupakan istilah yang sering dimunculkan.Gait adalah cara berjalan sedanglokomotion berarti perpindahan dari satu tempat ketempat lainnya, maka berjalan(walking) mencakup gait dan lokomotion.
            Gerakan berjalan merupakan gerakan dengan koordinasi tinggi yang dikontrol oleh susunan saraf pusat dan melibatkan sistem yang sangat kompleks.
            Adanya righting reaction yaitu untuk memelihara dan memulihkan normal posisi kepala yang berhubungan trunk dengan menormalkan aligment trunk dan limbs sedangkan  equilibrium reaction memelihara keseimbangan pada waktu aktifitas terutama pada saat melawan gravitasi dan akan membutuhkan banyak control inhibisi pada level tinggi untuk timbal balik dari bagian perubahan pola gerakan.
            Jalan merupakan salah satu cara dari ambulansi, pada manusia ini dilakukan dengan cara bipedal (dua kaki). Dengan cara ini jalan merupakan gerakan yang yang sangat stabil meskipun demikian pada kondisi normal jalan hanya membutuhkan sedikit kerja otot-otot tungkai . Pada gerakan ke depan sebenarnya yang memegang peranan penting adalah momentum dari tungkai itu sendiri atau akselerasi, kerja otot justru pada saat deselerasi.
            Dalam berjalan dikenal ada 2 fase, yaitu fase menapak (stance phase) dan fase mengayun ( swing fase). Ada pula yang menambahkan satu fase lagi yaitu fase dua kaki di lantai (double support) yang brlangsung singkat. Fase double support ini akan semakin singkat jika kecepatan jalan bertambah, bahkan pada berlari fase double support ini sama sekali hilang, dan justru terjadi fase dimana kedua kaki tidak menginjak lantai.
            Fase menapak (60%) dimulai dari heel strike / heel on, foot flat, mid stance , heel off dan diakhiri dengan toe off. Sedangkan pada fase mengayun (40%) dimulai dari toe off, swing dan diakhiar dengan heel strike (accelerasi, mid swing, decelerasi).
Komponen-komponen penting dalam berjalan normal :
Fase menapak :
a). Ekstensi sendi panggul (hip)
b). Geseran ke arah horizontal- lateral pada pelvis dan truk
c). Fleksi lutut sekitar 15° pada awal heel strike, dilanjutkan dengan ekstensi dan fleksi lagi sebelum toe off
Fase mengayun  :
a). Fleksi lutut dengan diawali ekstensi hip
b). Lateral pelvic tilting kearah bawah pada saat toe off
c). Fleksi hip
d). Rotasi pelvic ke depan saat tungkai terayun
e). Ekstensi lutut dan dorsalfleksi ankle dengan cepat sesaat sebelum heel strike

Definisi Berjalan :
            Berjalan adalah berpindahnya tubuh dari satu titik, ketitik berikutnya dengan cara menggunakan kedua tungkai (bipedal : posisi tubuh selalu tegak selama proses berlangsung). Pola repetisi daripada penumpuan berat badan dari satu tungkai ketungkai yang lain dengan heel – toe striding adalah fenomena yang membedakan manusia dengan hominids yang lebih primitif ( Napier, 1967).
Cycle berjalan :
Satu cycle, dimulai dari heel strike, sampai tungkai yang sama mulai heel strike berikutnya. Interval antara dua steps bisa dihitung jarak dan waktunya.
Stride legth :
Adalah jarak antara dua jejak kaki, pada kaki yang sama. Pada orang dewasa pria jaraknya antara 140 – 156,5cm.
Stride duration :
Adalah waktu yang dibutuhkan untuk jarak tersebut.
Step length :
Adalah jarak antara dua jejak kaki , baik dari kanan ke kiri atau sebaliknya. Jarak rata2nya adalah 68 – 78cm.
Step duration :
Adalah waktu yang dibutuhkan dari heel strike kaki yang satu ke heel strike kaki yang lain.
Cadence :
Adalah jumlah steps permenit, dimana nilai rata2nya adalah 112 – 116 permenit.

            Parameter tersebut diatas bisa kita pergunakan sebagai tolok ukur yang valid dan obyektif dalam rangka assessment, analisa pola jalan pasien. Gait analisis memerlukan pendekatan yang akurat dan tersistem, pada phase stance maupun swing. Pemahaman tentang gerakan2 yang terjadi pada persendiannya serta ROM yang dibutuhkan untuk mencapai pola jalan normal juga diassessment. Misalnya, ditungkai, pelvis dan trunk.

Komponent Gait Normal :
            Seperti telah dibahas, bahwa berjalan membutuhkan alternating support dari satu tungkai ketungkai yang lain. Gerakan reciprocal ini dibutuhkan untuk menerima, menyerap berat tubuh dan torque yang menyertainya, sehingga proses berjalan akan berlangsung secara mulus (smooth), mengalir seperti cairan tanpa ada interupsi dalam proses pemindahan berat tubuh kedepan. Untuk mencapai pola jalan normal tergantung pada 3 kemampuan / task fungsional, yaitu : 1). Weight Acceptance. 2). Single limb Support. 3). Limb Advancement.
Ketiga fungsi tsb berlansung pada bidang sagital ditinjau dari persendian yang bergerak, yaitu : hip, knee, ankle baik pada phase atau sub phase swing maupun stance.

Stance

1. Initial Contact.
Initial contact periodenya sangat singkat. Otot2 tibialis anterior dan extensor jari2 mempertahankan ankle dalam posisi netral selama perode initial contact ini. Hal ini dalam rangka persiapan ankle masuk keposisi untuk melakukan apa yang dikenal sebagai heel rocker, yang terjadi pada loading response.

2. Loading Response (LR).
Pada saat loading response, aktifitas otot pada semua segment beraksi melawan kecenderungan gerakan flexi yang timbul pada saat menerima beban berat badan (terjadi di posterior ankle joint). Kontraksi eccentris drpd otot2 anterior ankle meresponse plantar flexion torque, yang akan membenturkan kaki kelantai (foot flap).
Aksi heel rocker ditimbulkan oleh otot2 bagian anterior, menarik tibia. Sehingga muncul momentum kedepan dan memflexikan lututnya.
Lutut flexi 15° dengan kontrol oleh Quadriceps yang berkontraksi secara eccentris untuk melawan kecenderungan flexion torque akibat dari heel rocker dan posisi tubuh yang relatif berada disebelah posterior kaki.
Dengan kontrol plantar flexion dan knee flexion tadi maka weight acceptance diabsorbsi, stabilitas tungkai tercapai dengan mantap sambil mempertahankan momentum kedepan.
Hip tetap dalam posisi flexi 30° dan pelvis forward rotasi 5°. Rapid, high-intensity flexion torque, adalah torque kedua terbesar yang timbul dalam berjalan, torque ini dilawan oleh gluteus maximus, hamstrings, adductors magnus dan gracillis yang berkontraksi secara eccentris. Pelvis distabilisasi pada bidang frontal oleh kerja otot gluteus medius, minimus dan tensor fascia lata. Dengan kerja otot ini maka kecenderungan terjadinya trunk flexi dicegah

3. Mid Stance (MSt).
Selama midstance ankle perlahan bergerak kearah 10° dalam usaha meningkatkan torque dorsi flexi. Soleus dan gastrocnemius berkontraksi secara eccentris untuk menstabilkan tibia. Tubuh berayun diatas kaki yang stabil tadi dan menkontrol tibia sehingga lutut bergerak kearah extensi. Kejadian inilah yang dikenal sebagai ankle rocker.
Hip extensi bergerak ke posisi netral dengan pelvis rotasi yang ditimbulkan oleh momentum swing drpd tungkai sisi contralateral. Konswekwensi dari peristiwa ini adalah bahwa sebenarnya stabilitas pada stance phase tidak membutuhkan kerja otot2 hip. Selanjutnya pelvis pada bidang frontal distabilisasi oleh grup abductor, yang mencegah pelvis drop disisi contralateral.

4. Terminal Stance (TSt).
Pada terminal stance, ankle terkunci pada posisi netral→dorsiflexi kecil, metarso phalangeal joint extensi 30°. Dorsi flexion torque mencapai puncaknya. Calf muscle tetap aktif untuk mencegah tibia colapse dan membiarkan tumit terangkat sementara berat tubuh berayun kedepan diatas kaki. Forefoot rocker meningkatkan kemaximum forward progression untuk step length. Ada tiga hal kritis yang memungkinkan terjadinya forefoot rocker yaitu : Locked ankle, heel rise dan progression diatas kaki, semua hal tsb terjadi pada periode single limb support. Secara universal terminal stance dikenal dengan istilah push off. (istilah ini kurang akurat bila diterapkan pada pasien dengan amputasi below knee dengan prosthesis).
Lutut tetap extensi saat extensi torque mulai berkurang pada akhir drpd subphase ini. Stabilitas tanpa memerlukan kerja otot.
Hip tetap extensi→ netral posisi, 10° hyperextensi. Posisi ini disebabkan oleh backward rotation pelvis 5° dan oleh extensi di lumbar spine.

5. Pre-swing (PSw).
Walaupun subphase pre-swing adalah periode dimana masih ada double support, tetapi dimasukan dalam kelompok swing, sebab pada phase ini gerakan yang terjadi dilutut sebenarnya adalah gerakan persiapan untuk mengayun tungkai kedepan dan mempersiapkan kaki bebas dari lantai untuk masuk subphase initial swing. Selama pre swing berlangsung, ankle dalam posisi 20° plantar flexi, metetarso phalangeal joint
extensi sampai 60°. Selama periode double support berlangsung, kaki memberikan bantuan balance dan relatif tidak dibutuhkan aktifitas otot. Torque dorsiflexi timbul.
Lutut flexi 30°, secara pasif, walaupun demikian gracillis mulai aktif. Torque flexi terjadi sebagai akibat dari penumpuan tungkai contralateral serta oleh berayunnya tubuh kedepan melewati jari2. Pada saat inilah flexi knee bertambah.
Hip tetap netral→extension dan pelvis backward rotasi. Kedua posisi tersebut dicapai secara pasif. M.Illiacus dan M.Rectus femoris aktif. Torque extensi berkurang sampai nol. Tungkai bersiap untuk diayunkan.

6. Initial Swing (Isw)
Ankle bergerak ke 10° plantar flexion, otot bagian anterior ankle mempersiapkan kaki bebas dari lantai dan masuk subphase initial swing.
Lutut flexi sampai 60° dan kaki bebas dari lantai. Selama periode ini sering terjadi toe drag, karena tidak adequatnya flexi lutut dan dorsiflexi ankle.
Kontribusi dari m.iiliacus, adductor longus, gracilis dan sartorius membawa hip ke 20° flexi dan pelvis mulai forward rotasi. Pelvis dan hip bergerak secara harmonis, terjadi forward rotasi pelvis saat hip flexi. Sedangkan rotasi backward pelvis berkaitan dengan hip extensi.

7. Midswing (MSw)
Ankle dalam posisi netral, otot bagian anterior ankle aktif, ini adalah gerakan yang membebaskan kaki dari lantai. Tibia mencapai posisi tegak lurus terhadap lantai saat lutut mencapai 60° flexi. Biceps femoris tetap aktif mengkontrol dengan eccentris kontraksi, walaupun momentum gerakan (primer) berlangsung secara pasif.
Di hip gracilis tetap aktif untuk membantu menambah hip flexi sampai 30°, juga menambah momentum kepada tungkai yang berayun kedepan. Sedangkan sartorius, adductor longus dan iliacus menjadi tidak aktif.

8. Terminal Swing (TSw)
Otot2 sebelah anterior ankle tetap aktif untuk mempertahankan ankle dalam posisi netral selama subphase terminal swing. Ini dalam rangka menjamin posisi ankle dalam posisi yang tepat saat heel contact di phase weight acceptance pada subphase initial contact berikutnya.
Aktifitas quadriceps secara concentris menjamin knee extension sampai posisi lutut netral, sedang kontrol gerakan dilakukan oleh hamstrings.
Hip tetap dalam posisi 30° flexi dan terjadi 5° forward rotasi pelvis. Otot yang tetap aktif adalah m.gracillis sebagai flexor hip. Kombinasi gerakan hip flexi, pelvis rotasi dan knee extensi berkontribusi pada step length

MANAJEMEN FISIOTERAPI SINDROM PIRIFORMIS

      A.    Definisi
Sindrom piriformis adalah gangguan neuromuskular yang terjadi ketikaN.Ischiadicusterkompresi atau teriirtasi olehM.Piriformis. Secara khas, sindrom piriformis meningkat dengan adanya kontraksi pada otot piriformis, duduk yang lama, atau tekanan langsung pada otot. Nyeri pada pantat adalah gejala utamanya.
Sindrom piriformis dapat menyebabkan kesulitan berjalan, karena adanya nyeri  pada pantat atau ekstremitas bawah. Sindrom piriformis adalah salah satu yang menyebabkan kondisi siatika.


      B.     Etiologi dan Faktor Resiko
Berdasarkan etiologi, sindrom piriformis dapat dibagi atas penyebab primer dan sekunder. Penyebab primer terjadi akibat kompresi saraf langsung akibat trauma atau factor intrinsik musculus piriformis, termasuk variasi anomali anatomi otot, hipertrofi otot, inflamasi kronik otot, dan perubahan sekunder akibat trauma semacam perlengketan. Penyebab sekunder termasuk gejala yang terkait lesi massa dalam pelvis, infeksi, anomali pembuluh darah atau simpai fibrosis yang melintasi saraf, bursitis tendon piriformis, inflamasi sacroiliaca, dan adanya titik-titik picu myofascial.
Penyebab lain dapat berasal dari: pseudoaneurysma arteri gluteus inferior, sindrom piriformis bilateral terkait dengan posisi duduk yang berkepanjangan, cerebral palsy terkait dengan hipertonus dan kontraktur, arthroplasti panggul total, dan myositis ossificans.
Berdasarkan penyebabnya, dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Primer
Sekunder
Trauma
Pyomyositis
Myositis ossificans
Dystonia musculorum
deformans
Hipertrofi
Adhesi
Fibrosis
Variasi anatomi
Hematoma
Bursitis
Pseduoaneurisma
Pronasi berlebihan
Massa
Anomali vassa
Simpai fibrosis

      C.     Patofisiologi
Hiperlordosis lumbal dan kontraktur panggul pada posisi fleksi meningkatkan regangan musculus piriformis juga cenderung menyebabkan gejala sindrom piriformis. Pasien dengan kelemahan otot-otot abductor atau ketimpangan panjang tungkai bawah juga cenderung mengalami sindrom ini.
Perubahan biomekanika gaya berjalan (gait) sebagai penyebab hipertrofi musculus piriformis dan inflamasi kronik, juga akan memunculkan sindrom piriformis. Dalam proses melangkah, saat fase berdiri (stance phase) musculus piriformis teregang sejalan dengan beban pada panggul yang dipertahankan dalam posisi rotasi internal. Saat panggul memasuki fase ayun (swing phase), musculus piriformis berkontraksi dan membantu rotasi eksternal. Musculus piriformis tetap dalam kondisi teregang selama proses melangkah dan cenderung lebih hipertrofi dibanding otot lain di sekitarnya. 8,9 Setiap abnormalitas proses melangkah yang melibatkan panggul dengan posisi rotasi internal atau adduksi yang meningkat dapat semakin meregangkan musculus piriformis.
Trauma tumpul dapat menyebabkan hematom dan fibrosis di antara nervus ischiadicus dan otot-otot rotator eksternal pendek, salah satu pemicu gejala sindrom ini. Radikulopati lumbal bagian bawah mengakibatkan iritasi sekunder musculus piriformis yang nantinya akan memperumit diagnosis dan memperlambat fisioterapi metode peregangan punggung bawah dan panggul karena memperberat gejala-gejala sindrom piriformis.

       D.    Gambaran Klinis
Keluhan yang khas adalah kram atau nyeri di pantat atau di areahamstring, nyeri ischialgia di kaki tanpa nyeri punggung, dan gangguan sensorik maupun motorik sesuai distribusi nervus ischiadicus. Keluhan pasien dapat pula berupa nyeri yang semakin menjadi saat membungkuk, berlama-lama duduk, bangun dari duduk, atau saat merotasi internal paha, juga nyeri saat miksi/defekasi dan dispareunia.


      E.     Pemeriksaan Diagnostik
Penegakan diagnosis sindrom piriformis sering dibuat setelah mengeksklusi penyebab ischialgia lain. Robinson pertama kali menyusun penegakan diagnosis berdasar 6 ciri:
1.    Riwayat jatuh pada pantat;
2.    Nyeri pada area sendi sacroiliaca, foramen ischiadicum majus, dan otot piriformis;
3.    Nyeri akut yang kambuh saat membungkuk atau mengangkat;
4.    Adanya massa yang teraba di atas piriformis;
5.    Tanda Laseque positif
6.    Atrofi gluteus.
Hampir 50% pasien sindrom piriformis pernah mengalami cedera langsung pada pantat ataupun trauma torsional pada panggul atau punggung bagian bawah, sisanya terjadi spontan tanpa penyebab yang dapat diidentifikasi.
Beberapa pemeriksaan fisik dapat mendukung diagnosis sindrom piriformis:
1.    Pada posisi telentang, pasien bertendensi menjaga posisi tungkainya sedikit terangkat dan berotasi eksternal (tanda piriformis positif).
2.    Spasme musculus piriformis dapat dideteksi dengan palpasi dalam yang cermat di lokasi otot ini melintasi nervus ischiadicus dengan melokalisir titik tengah antara coccyx dan trochanter major.
3.    Pemeriksaan colok dubur menunjukkan area yang lebih lunak di dinding lateral sisi pelvis yang terkait.
4.    Nyeri ischialgia dan turunnya tahanan otot ditunjukkan dengan cara menahan gerakan abduksi/rotasi eksternal pasien (tes Pace).
5.    Pada posisi telungkup, tes Freiberg memicu nyeri dengan merotasi internal tungkai bawah saat panggul ekstensi dan lutut fleksi 90°.
6.    Beatty mendeskripsikan teknik yang membedakan antara radikulopati lumbal, penyakit panggul primer, dan nyeri akibat sindrom piriformis. Tes Beatty dapat pula member hasil positif pada kasus herniasi lumbal dan osteoarthritis panggul. Pasien tidur miring dengan tungkai diangkat beberapa menit, maka di sisi tungkai yang mengalami sindrom piriformis akan terasa nyeri pada pantat bagian dalam.
Tak satupun pemeriksaan fisik tersebut bersifat patognomonis; kombinasi riwayat dan beberapa pemeriksaan fisik akan menunjang penegakan diagnosis sindrom piriformis. Sindrom piriformis dapat dibedakan dengan herniasi diskus intervertebra karena minimnya defisit neurologis pada sindrom piriformis, namun literature lain menyebutkan sebelas dari 28 kasus (40%), pasien masih mengalami defisit neurologis.

           F.      Penatalaksanaan Fisioterapi
Pendekatan tatalaksana yang pertama dan utama adalah rehabilitasi dimulai dari aktifitas dan terapi fisik, penekanannya pada komponen-komponen yang melibatkan otot piriformis. Tujuannya selain meregangkan dan menguatkan otot-otot abductor/adductor panggul juga mengurangi efek lingkaran setan nyeri dan spasme. Peregangan mandiri dapat dibantu dengan diatermi, ultrasound, stimulasi elektrik, ataupun teknik-teknik manual terapi lainnya. Bila teknik-teknik tersebut diaplikasikan sebelum peregangan otot piriformis, maka akan memudahkan pergerakan kapsul sendi panggul ke anterior dan posterior dan otot-otot abdomen untuk meregang, dengan demikian tendon piriformis akan mengalami relaksasi dan peregangan yang efektif. Adapun modalitas-modalitas yang dapat digunakan antara lain:
1.      MWD : Ini sebagai pre-eliminary exercise, ini selain untuk sirkulasi darah, cocok untuk menurunkan nyeri.
2.      Infra Red : Juga sebagai pre-eliminary exercise, panas yang dihasilkan memilki efek fisiologis dan efek terapeutik yang dapat meningkatkan sirkulasi darah dan proses metabolism, mengurangi nyeri oleh efek sedative yang dihasilkannya, serta dapat menimbulkan relaksasi otot sehingga dapat menurunkan spasme otot.
3.      Interferensi : penetrasi yang dihasilkan lebih dalam dibandingkan dengan infra red, sehingga dapat menembus jaringan yang lebih dalam. Efek terapeutik yang dihasilkan yaitu mengurangi nyeri, dan relaksasi otot.
4.      Friction : untuk melemaskan otot yang spasme dengan menekan pada titik nyerinya.
5.       Stretching : Dapat berupa teknik hold relax , untuk mengulur otot yang mengalami pemendekan (kontraktur)
6.       Strengtening : Ini di lakukan untuk penguatan otot-otot yang mengalami kelemahan. Dapat dilakukan dengan teknik briedging exercise, maupun bugnet exercise. 
7.   Mobilisasi saraf : untuk melepaskan saraf yang terjepit atau terkompresi.

sources : Rizal, 2010. Sindrom Piriformis. CDK ed_178_a.indd 332. Available from : http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/06_178Sindrompiriformis.pdf/06_178Sindrompiriformis.pdf. diakses tanggal 4 Juni 2012
picture source: http://www.eorthopod.com/images/ContentImages/spine/spine_lumbar/lumbar_piriformis/piriformis_intro01.jpg 

Kamis, 19 Maret 2015


Sistem Saraf Pada Manusia

Sistem Saraf Pada Manusia


Tubuh manusia terdiri atas organ-organ tubuh yang masing-masing mempunyai fungsi tertentu. Agar organ-organ tubuh dapat bekerja sama dengan baik, diperlukan adanya koordinasi (pengaturan). Pada manusia dan sebagian besar hewan, koordinasi dilakukan oleh sistem saraf, sistem indra, dan sistem hormon. Dalam bab ini hanya akan dibahas tentang sistem saraf.
Sistem saraf sangat berperan dalam iritabilitas tubuh. Iritabilitas adalah kemampuan menanggapi rangsangan. Untuk menanggapi rangsangan, ada tiga komponen yang harus dimiliki oleh sistem saraf, yaitu:

a. Reseptor, adalah alat penerima rangsangan atau impuls. Pada tubuh kita yang bertindak sebagai reseptor adalah organ indera.

b. Konduktor (Penghantar impuls), dilakukan oleh sistem saraf itu sendiri. Sistem saraf terdiri dari sel-sel saraf yang disebut neuron.

c. Efektor, adalah bagian tubuh yang menanggapi rangsangan. Efektor yang paling penting pada manusia adalah otot dan kelenjar (hormon). Otot menanggapi rangsang yang berupa gerakan tubuh, sedangkan hormon menaggapi rangsang dengan meningkatkan/menurunkan aktivitas organ tubuh tertentu. Misalnya : mempercepat/memperlambat denyut jantung, melebarkan/menyempitkan pembuluh darah dan lain sebagainya.


1. Sel Saraf (Neuron)

Sistem saraf tersusun oleh sel-sel saraf atau neuron. Neuron inilah yang berperan dalam menghantarkan impuls (rangsangan). Sebuah sel saraf terdiri tiga bagian utama yaitu badan sel, dendrit dan neurit (akson).

a. Badan sel
Badan sel saraf merupakan bagian yang paling besar dari sel saraf. Badan sel berfungsi untuk menerima rangsangan dari dendrit dan meneruskannya ke akson. Badan sel saraf mengandung inti sel dan sitoplasma. Inti sel berfungsi sebagai pengatur kegiatan sel saraf (neuron). Di dalam sitoplasma terdapat mitokondria yang berfungsi sebagai penyedia energi untuk membawa rangsangan.

b. Dendrit
Dendrit adalah serabut sel saraf pendek dan bercabang-cabang. Dendrit merupakan perluasan dari badan sel. Dendrit berfungsi untuk menerima dan mengantarkan rangsangan ke badan sel.

c. Neurit (akson)
Neurit berfungsi untuk membawa rangsangan dari badan sel ke sel saraf lain. Neurit dibungkus oleh selubung lemak yang disebut selubung myelin yang terdiri atas perluasan membran sel Schwann. Selubung ini berfungsi untuk isolator dan pemberi makan sel saraf. Bagian neurit ada yang tidak dibungkus oleh selubung mielin. Bagian ini disebut dengan nodus ranvier dan berfungsi mempercepat jalannya rangsangan.

Antara neuron satu dengan neuron satu dengan neuron berikutnya tidak bersambungan secara langsung tetapi membentuk celah yang sangat sempit. Celah antara ujung neurit suatu neuron dengan dendrit neuron lain tersebut dinamakan sinapsis. Pada bagian sinapsis inilah suatu zat kimia yang disebut neurotransmiter (misalnya asetilkolin) menyeberang untuk membawa impuls dari ujung neurit suatu neuron ke dendrit neuron berikutnya.


2. Macam-macam Neuron (Sel Saraf)

a. Saraf sensorik 
saraf sensorik adalah saraf yang membawa rangsangan (impuls) dari reseptor (indra) ke saraf pusat(otak dan sumsum tulang belakang).

b. Saraf motorik
saraf motorik adalah saraf yang membawa rangsangan (impuls) dari saraf pusat susunan saraf ke efektor (otot dan kelenjar).

c. Saraf konektor

saraf konektor adalah saraf yang menghubungkan rangsangan (impuls) dari saraf sensorik ke saraf motorik.


3. Macam-macam Gerak
Gerakan merupakan salah satu cara tubuh dalam mengagapi rangsangan. Berdasarkan jalannya rangsangan (impuls) gerakan dibedakan menjadi dua yaitu :

a. Gerak sadar
Gerak sadar atau gerak biasa adalah gerak yang terjadi karena disengaja atau disadari. Pada gerak sadar ini, gerakan tubuh dikoordinasi oleh otak. Rangsangan yang diterima oleh reseptor (indra) disampaikan ke otak melalui neuron sensorik. Di otak rangsangan tadi diartikan dan diputuskan apa yang akan dilakukan. Kemudian otak mengirimkan perintah ke efektor melalui neuron motorik. Otot (efektor) bergerak melaksanakan perintah otak. Contoh gerak sadar misalnya : menulis, membuka payung, mengambil makanan atau berjalan.
Skema gerak sadar :

Rangsangan(Impuls) --> Reseptor(Indra) --> Saraf sensorik 

--> Otak  --> Saraf motorik --> Efektor (Otot)

b. Gerak Refleks (Tak Sadar)     
Gerak refleks adalah gerak yang tidak disengaja atau tidak disadari. Impuls yang menyebabkan gerakan ini tidak melewati otak namun hanya sampai sumsum tulang belakang. Gerak refleks misalnya terjadi saat kita mengangkat kaki karena menginjak benda runcing, gerakan tangan saat tidak sengaja menjatuhkan buku, gerakan saat menghindari tabrakan dan lain sebagainya.
Skema gerak refleks :

Rangsangan(Impuls) --> Reseptor(Indra) --> Saraf sensorik 

--> Sumsum Tulang Belakang --> Saraf motorik --> Efektor (Otot)
4. Susunan Sistem Saraf Manusia
Di dalam tubuh kita terdapat miliaran sel saraf yang membentuk sistem saraf. Sistem saraf manusia tersusun dari sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat terdiri atas otak dan sumsum tulang belakang. Sedangkan sistem saraf tepi terdiri atas sistem saraf somatis dan sistem saraf otonom.

A. Sistem saraf pusat
1) Otak
Otak merupakan pusat pengatur dari segala kegiatan manusia. Otak terletak di rongga tengkorak dan dibungkus oleh tiga lapis selaput kuat yang disebut meninges. Selaput paling luar disebut duramater, paling dalam adalah piamater dan yang tengah disebut arachnoid. Di antara ketiga selaput tersebut terdapat cairan serebrospinal yang berfungsi untuk mengurangi benturan atau goncangan.
Peradangan yang terjadi pada selaput ini dinamakan meningitis. Penyebabnya bisa karena infeksi virus. Otak manusia terbagi menjadi tiga bagian yaitu otak besar (cerebrum), otak kecil (cerebellum) dan sumsum lanjutan.

a) Otak besar (cerebrum)
Otak besar memiliki permukaan yang berlipat-lipat dan terbagi atas dua belahan. Belahan otak kiri melayani tubuh sebelah kanan dan belahan otak kanan melayani tubuh sebelah kiri. Otak besar terdiri atas dua lapisan. Lapisan luar berwarna kelabu disebut korteks, berisi badan-badan sel saraf. Lapisan dalam berwarna putih berisi serabut-serabut saraf (neurit/akson). Otak besar berfungsi sebagai pusat kegiatan-kegiatan yang disadari seperti berpikir, mengingat, berbicara, melihat, mendengar, dan bergerak.

b) Otak Kecil (Cerebellum)
Otak kecil terletak di bawah otak besar bagian belakang. Susunan otak kecil seperti otak besar. Terdiri atas belahan kanan dan kiri. Belahan kanan dan kiri otak kecil dihubungkan oleh jembatan Varol. Terbagi menjadi dua lapis sama seperti otak besar yaitu lapisan luar berwarna kelabu dan lapisan dalam berwarna putih. Otak kecil berfungsi untuk mengatur keseimbangan tubuh dan mengkoordinasi kerja otot-otot ketika kita bergerak.

c) Sumsum lanjutan
Sumsum lanjutan (medula Oblongata) terbagi menjadi dua lapis, yaitu lapisan dalam yang berwarna kelabu karena banyak mengandung badan sel-sel saraf dan lapisan luar berwarna putih karena berisi neurit (akson). Sumsum lanjutan berfungsi sebagai pusat pengendali pernapasan, menyempitkan pembuluh darah, mengatur denyut jantung, mengatur suhu tubuh dan kegiatan-kegiatan lain yang tidak disadari.

2). Sumsum tulang belakang (medulla spinalis)
Sumsum tulang belakang terdapat memanjang di dalam rongga tulang belakang, mulai dari ruas-ruas tulang leher sampai ruas tulang pinggang ke dua. Sumsum tulang belakang juga dibungkus oleh selaput meninges. Bila diamati secara melintang, sumsum tulang belakang bagian luar tampak berwarna putih (substansi alba) karena banyak mengandung akson (neurit) dan bagian dalam yang berbentuk seperti kupu-kupu, berwarna kelabu (substansi grissea) karena banyak mengandung badan sel-sel saraf.

Sumsum tulang belakang berfungsi untuk:
a) menghantarkan impuls dari dan ke otak,
b) memberi kemungkinan jalan terpendek gerak refleks.

B. Sistem saraf tepi 

1) Sistem saraf somatis
Sistem saraf somatis disebut juga dengan sistem saraf sadar Proses yang dipengaruhi saraf sadar, berarti kamu dapat memutuskan untuk menggerakkan atau tidak menggerakkan bagian-bagian tubuh di bawah pengaruh sistem ini. Misalnya ketika kita mendengar bel rumah berbunyi, isyarat dari telinga akan sampai ke otak. Otak menterjemahkan pesan tersebut dan mengirimkan isyarat ke kaki untuk berjalan mendekati pintu dan mengisyaratkan ke tangan untuk membukakan pintu.

Sistem saraf somatis terdiri atas :
a. Saraf otak (saraf cranial), saraf otak terdapat pada bagian kepala yang keluar dari otak dan melewati lubang yang terdapat pada tulang tengkorak. Urat saraf ini berjumlah 12 pasang.
b. Saraf sumsum tulang belakang (saraf spinal), saraf sumsum tulang belakang berjumlah 31 pasang . Saraf sumsum tulang belakang berfungsi untuk meneruskan impuls dari reseptor ke sistem saraf pusat juga meneruskan impuls dari sistem saraf pusat ke semua otot rangka tubuh.

2) Sistem saraf autonom (tak sadar)

Sistem saraf autonom merupakan bagian dari susunan saraf tepi yang bekerjanya tidak dapat disadari dan bekerja secara otomatis. Sistem saraf autonom mengendalikan kegiatan organ-organ dalam seperti otot perut, pembuluh darah, jantung dan alat-alat reproduksi.

Menurut fungsinya, saraf autonom terdiri atas dua macam yaitu:
a. Sistem saraf simpatik
b. Sistem saraf parasimpatik

Sistem saraf simpatik dan sistem saraf parasimpatik bekerja secara antagonis (berlawanan) dalam mengendalikan kerja suatu organ. Organ atau kelenjar yang dikendalikan oleh sistem saraf simpatik dan sistem saraf parasimpatik disebut sistem pengendalian ganda.

Fungsi dari sistem saraf simpatik adalah sebagai berikut :
• Mempercepat denyut jantung.
• Memperlebar pembuluh darah.
• Memperlebar bronkus.
• Mempertinggi tekanan darah
• Memperlambat gerak peristaltis.
• Memperlebar pupil.
• Menghambat sekresi empedu.
• Menurunkan sekresi ludah.
• Meningkatkan sekresi adrenalin.
Sistem saraf parasimpatik memiliki fungsi yang berkebalikan dengan fungsi sistem saraf simpatik. Misalnya pada sistem saraf simpatik berfungsi mempercepat denyut jantung, sedangkan pada sistem saraf parasimpatik akan memperlambat denyut jantung.

Rabu, 18 Maret 2015

Apa Itu Kinesio taping??

 
Saat ini gaya hidup sehat sudah mulai diminati masyarakat kita, hal ini dapat terlihat dari menjamurnya futsal stadium, gym dan komunitas-komunitas olahraga, sepeda, dll saat adanya Car Free Day yang mulai rutin diadakan oleh pemerintah kota.
Yang ingin saya share disini adalah bagi anda para atlit atau olahragawan amatir maupun yang sudah pro yang mempunyai keluhan pada otot kini sudah ada solusi untuk mengatasinya.
Pernahkan anda melihat David Beckham, Serena William dan masih banyak atlit lain memakai semacam plester berwarna-warni pada tubuhnya???beckham with kinesio
Ya, itu sebenarnya bukanlah sembarang plester, Plester itu dikenal dengan Elastic Therapeutic Taping (ETT) atau Kinesio Taping adalah semacam plester yang ditempelkan ke anggota tubuh yang diinginkan guna memaksimalkan kinerja otot.
Ditemukan pertama kali pada 1970-an oleh Dr. Kenzo Kase, pada awal kemunculannya Kinesio Taping sering digunakan untuk terapi akupuntur. Seiring perkembangan zaman, plester itu mulai digunakan di bidang olah raga. Plester ini terbuat dari bahan khusus yang sangat elastis seperti katun dan acrylic adhesive back. Dengan desain permukaan seperti ular, plester ini terasa sangat lengket di badan pemakai sehingga tidak mudah terlepas. Kinesio taping ini juga sangat fleksibel dan dapat dikenakan pada sebagian besar bagian dari tubuh yang memungkinkan kita untuk melakukan gerakan penuh.
Fungsi utama dari plester ini adalah untuk memberikan elastisitas lebih kuat bagi otot-otot yang terasa kejang dan juga melindungi serta mendukung otot. Beberapa orang juga menggunakan plester ini untuk mencegah kemungkinan terjadinya cedera karena kelelahan dan kejang pada otot. Beberapa pakar physiology of exercise seperti Dr Stewart Bruce-Low juga mengakui bahwa pemakaian plester seperti ini dapat meningkatkan kekuatan dengan mengurangi energi yang hilang bersamaan sewaktu melakukan pergerakan.
Kinesio taping bukanlah barang ilegal dan dilarang di dalam dunia olahraga karena memang tidak melanggar aturan. Tercatat beberapa atlit dan olahragawan menggunakan ini dalam pertandingan mereka seperti David Bechkam, Gareth Bale (sepak bola), Venus William (tenis), lance armstrong (balap sepeda), dan masih banyak lagi.
Terlepas dari itu, kini Kinesio taping telah hadir di dalam dunia olahraga sebagai eye-catching accessory yang ikut menghiasi pertandingan-pertandingan.
Pada pertandingan piala AFF tampak beberapa pemain kita juga menggunakan kinesio taping ini, antara lain Zulkifli Syukur, Okto, Bambang Pamungkas, dan beberapa pemain lainnya.